Alhamdulillah Ada Muhammadiyah!



WAWANCARA KHUSUS
Rachmat Latief (ist)
KEPALA DINAS KESEHATAN PROVINSI SULSEL
Dr. dr. H. Rachmat Latief, Sp.PD-KPTI, M.Kes., FINASIM.

            Penolong Kesengsaraan Oemoem (PKU) yang pada bulan kedua tahun 1923, mengalami kerugian besar akibat pembiayaan obat-obatan bagi pasien miskin lebih besar dibanding sumbangan yang masuk merupakan salah satu bukti nyata gerakan sosial keberpihakan Muhammadiyah kepada kaum dhuafa. Untuk itu, sejak awal mendirikan klinik kesehatan ini, Muhammadiyah telah membuka pintu kerja sama yang sebesar-besarnya bagi semua kalangan untuk membantu pendanaan Muhammadiyah dalam mengelola klinik kesehatan ini. Hingga kini, PKU masih eksis dengan perkembangan yang begitu pesat hampir di seluruh pelosok nusantara. Keberadaan amal usaha Muhammadiyah di bidang kesehatan ini pun turut membantu salah satu tugas negera, yakni menjamin kesehatan rakyatnya.
Lantas, bagaimana apresiasi atau tanggapan pemerintah atas gerakan sosial yang dilakukan oleh Persayarikatan Muhammadiyah? Berikut ini wawancara khusus reporter Majalah Khittah dengan Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Selatan, Bapak Dr. dr. H. Rachmat Latief, Sp.PD-KPTI, M.Kes., FINASIM.

Salah satu ranah gerak Muhammadiyah dan ‘Aisiyah adalah bidang kesehatan. Bagaimana pendapat Bapak tentang kiprah Muhammadiyah di bidang kesehatan selama ini?
Alhamdulilah ada Muhammadiyah! Muhammadiyah sejak dulu telah memiliki perhatian, yang menurut saya cukup bagus dan total terhadap masalah kesehatan. Ini terbukti dari penyediaan sarana kesehatan oleh Muhammadiyah. Muhammadiyah juga menaruh perhatian yang tinggi di bidang pelayanan kesehatan. Ini terbukti dengan adanya banyak rumah-rumah sakit bersalin, rumah sakit ibu dan anak yang juga didirikan oleh Muhammadiyah.

Bagaimana dengan amal usaha bidang kesehatan Muhammadiyah yang lain Pak, seperti Sekolah-sekolah Kesehatan Muhammadiyah?
Di Sulawesi Selatan ini bisa kita temukan cukup banyak sekolah-sekolah kesehatan Muhammadiyah. Faktanya, Muhammadiyah  juga memang konsen di bidang pendidikan yang menciptakan tenaga-tenaga kesehatan. Nilai plusnya, alumni sekolah-sekolah kesehatan Muhammadiyah juga sudah dikenal sebagai tenaga-tenaga kesehatan yang handal. Kita ketahui, sekarang banyak alaumni sekolah kesehatan Muhammadiyah yang berkiprah di berbagai tempat di Indonesia.

Bagaimana pula dengan peran Muhammadiyah  dalam menyukseskan program Jaminan Kesehatan Nasional yang digalakkan oleh Pemerintah untuk menjamin pelayanan kesehatan bagi seluruh lapisan masyarakat, Pak?
Alhamdulillah, sarana dan pelayanan kesehatan  yang didirikan oleh Muhammadiyah sangat membantu pemerintah selama ini.  Saat ini, sarana-sarana kesehatan yang disiapkan oleh Muhammadiyah itu akan menjadi sarana yang juga digunakan untuk masyarakat umum dalam program Jaminan Kesehatan Nasional. Alhamdulillah, beberapa rumah sakit Muhammadiyah telah dijadikan sebagai rumah sakit mitra BPJS.

Selain itu, apalagi kiprah Muhammadiyah dalam bidang kesehatan yang Bapak ketahui?
Organisasi perempuan Muhammadiyah, yakni ‘Aisiyah itu mitra kerja kami dalam menggalakkan Program TB Care. Aisiyah adalah organisasi masyarakat yang bekerjasama dengan Global Fund untuk memasyarakatkan Program TB Care. Ide penanggulangan TB memang tidak berasal dari ‘Aisiyah. Tapi, ‘Aisiyahlah yang dipilih sebagai mitra kerja karena kita tahu organisasi ini punya massa dan jaringan yang besar. Selama ini, kita lihatlah juga bagaimana kiprahnya. Itulah sampai kami memilih Aisiyah untuk bermitra menyukseskan Program TB Care. Semoga program ini sukses!

Lantas, bagaimana tanggapan Bapak dengan anggapan bahwa rumah sakit swasta mahal? Apakah memang kesehatan dan rumah sakit itu memang harus mahal, Pak?
Tidak! Kesehatan tidak selalu harus mahal. Saya tidak setuju dengan anggapan itu. Apalagi pemerintah sudah membiayai dengan memberikan subsidi. Begitu pun dengan rumah sakit, terkhusus rumah sakit swasta milik Muhammadiyah. Nanti, kalau sudah bermitra dengan BPJS, rumah sakit Muhammadiyah kan juga sudah tidak boleh lagi berkehendak atas biaya. Karena biaya telah diatur oleh BPJS. Tarif yang disebut INA CGBs  ini sudah resmi. Maka,  Muhammadiyah tidak berlaku lagi tarifnya selama ini. Lagipula, masalah mahalnya rumah sakit itu kan juga karena kelasnya yang sesuai. Kalau kelas VIP yang dilihat lalu dibilang mahal, ya tentu mahal. Tapi kan, ada kelas III-nya, kelas II-nya. Masyarakat yang menilai rumah sakit mahal itu sering tidak mempertimbangkan betul unit costnya. Kalau VIP yang dilihat ya tentu mahal. Saya pikir Muhammadiyah tetap dengan prinsipnya yang berpihak pada orang miskin.(*)

Tidak ada komentar:

Write a Comment


Top