INFO PASANG IKLAN
Popular Posts
-
Hadisaputra, M.Si,dan Nurhikmawaty Hasbiah bersama Ketua PWM Sulsel, Dr Muh Alwi Uddin (foto:ist)
-
Opini Oleh : Nur Faizah Anshar Korupsi, sebuah kata yang tentu tak asing lagi bagi kita. Di semua pemberitaan baik media elektronik maup...
-
Aksi Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM), Rabu, 20 Mei 2015(Foto:fb)
-
Syaharaddin Alrif, S. Sos (Foto : ist) Syaharuddin Alrif akhirnya ditetapkan sebagai Sekretaris Jenderal (Sekjend) Pimpinan Pusat...
-
Logo Musykom IMM FKIP Unismuh Makassar, Khittah - Pimpinan Komisariat Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) Fakultas Keguruan dan Ilm...
CB Magazine »
Fikrah
»
Pendidikan Politik Yang Salah Tafsir
Pendidikan Politik Yang Salah Tafsir
Posted by CB Magazine on Senin, 13 Oktober 2014 |
Fikrah
Oleh
: Rizal Pauzi
(Sekretaris Redaksi Majalah Khittah)
Rizal Pauzi |
Pendidikan adalah jantung dari sebuah
generasi. Hal ini sejalan dengan subtansi pendidikan yaitu memanusiakan
manusia. Jika orang memiliki pendidikan yang tinggi maka derajatnya ditengah
masyarakat akan bertambah. Pendidikan mampu meningkatkan kesejahteraan,
pendidikan mampu melahirkan keadilan dan takkalah pentinya pendidikan sangat di
butuhkan dalam pesta demokrasi.
Secara umum,semua lini kehidupan
membutuhkan pendidikan. Olehnya itu sangatlah tepat jika para founding fatherki
meletakkan tujuan negara yaitu Mencerdaskan
Kehidupan Berbangsa,……dst. Hal ini kemudian dipertegas dengan aturan yang
baru yang menganggarkan biaya pendidikan 20% dari APBN negara kita.
Namun yang menjadi persolan hari ini,
pendidikan cenderung disalah artikan sesuai dengan subtansinya. Pendidikan hari
ini mengarah kepada kapitalisme. Dimana orientasi pendidikan formal sekarang
ini adalah menjadi tenaga kerja terampil dan mampu diserap di perusahaan.
Selain itu, orientasi kerja manusia terdidik hari ini tak lepas dari
kepentingan uang.
Dalam perspektif ekonomi,hasil
pendidikan formal kita bercinta – cita untuk menjadi robot – robot bagi para
pengusaha kapitalisme untuk memperoleh keuntungan sebanyak – banyaknya.
Namun yang memprihatinakn adalah
pendidikan formal yang mengarah kepada pendidikan politik sangatlah sedikit.
maka tidak mengherankan jika pemuda hari ini tidak mengetahui 4 pilar
bangsa,tugas dan fungsi pemerintah dan sejenisnya. Karena ketidak tahuan inilah
yang kemudian membuat nasionalisme kaum muda sangatlah dangkal. Belum lagi,
masalah undang – undang pemilihan umum yang telah mengarah ke hal teknis.
jika merujuk kepada undang – undang, maka yang bertanggung
jawab penuh atas pendidikan politik adalah partai politik itu sendiri. Partai
politik sebagai pilar demokrasi seharusnya bertanggung jawab atas pesta
demokrasi yang berkwalitas bersama penyelenggara pemilu itu sendiri.
Namun realitas yang ada, partai politik
justru keluar dari hakikat pendidikan politik itu sendiri.ada pun prilaku
partai politik yang melenceng saat ini meliputi, pertama, partai politik hari
ini bukan memberikan pendidikan politik tetapi berlomba – lomba mendulang suara
untuk menjadi pemenang pemilu. Bahkan kaderisasi di partai politik tidak
berjalan. Terbukti bakal calon anggota legislative yang diloloskan partai
politik menjadi calon anggota legislative berdasarkan pertimbangan popularitas,
kekayaan dan ketokohan. Hal inilah yang membuat caleg yang lolos kebanyakan
tidak memiliki kwalifikasi sebagai wakil rakyat. Hal ini membuat masyarakat
harus memilih calon wakil rakyat yang tidak memiliki kwalifikasi atau
menggunakan politik transaksional karena caleg yang lahir secara instan juga
akan menempuh jalan – jalan instan pula.
Kedua, partai politik kembali melakukan
hal – hal yangh bertentangan dengan hakikat pendidikan politik. Dalam setiap
kegiatan yang dilakukan partai politik baik itu berupa dialog, bakti sosial dan
kegiatan keagamaan yang ditonjolkan adalah kelebihan partai politik berupa
janji – janji dan ajakan untuk memilih partai politik tersebut. Yang seharusnya
dilakukan adalah subtansi kegiatan yang di tonjolkan, bukan hanya ajakan
memilih partai tersebut alias kampanye.
Ketiga, partai politik melakukan pesangan umbul – umbul
partai baik itu berupa bendera maupun baliho para caleg. Selain merusak
keindahan kota, juga membuat pemborosan serta merusak lingkungan. Metode
kampanye ini cocok untuk pemilih primitive, karena masih melakukan kampanye
dengan menonjolkan symbol – symbol di tempat umum.
Jika meminjam definisi pendidikan
menurut Paulo freire, pernah mengatakan “pendidikan adalah proses pembebasan
dan pendidikan adalah proses membangkitkan kesadaran kritis”. Maka seharusnya
pendidikan politik yang dilakukan oleh partai politik adalah member pemahaman
tentang politik yang bersih serta membangun kesadaran masyarakat akan
pentingnya berpartisipasi aktif dalam pemilu. Jika ini berjalan dengan baik,
masyarakat tidak lagi menerima money politik dan politik transaksional. Dengan
demikian partai politik juga tinggal bersaing dalam menawarkan visi,misi dan
programnya serta mendorong kader – kader terbaik partai politik tersebut.
Dalam pendekatan konstutisional, Berdasarkan
pasal 1 ayat (4) undang-undang nomor 2 tahun 2011 tentang partai politik, pendidikan politik adalah proses
pembelajaran dan pemahaman tentang hak, kewajiban, dan tanggung jawab setiap
warga negara dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.Selanjutnya
dapat kita ketahui dari pasal 34 ayat (3a) UU No 12 Tahun 2011 yang mengatakan
bahwa partai politik mendapatkan bantuan dana yang berasal dari uang negara
untuk kegiatan partai yang harus diprioritaskan untuk pelaksanaan pendidikan
politik. Kata ‘diprioritaskan’ mengandung makna bahwa pelaksanaan pendidikan
politik dijamin oleh negara dan merupakan penegasan amanah partai politik untuk
melaksanakan kegiatan tersebut.
Dari dua pendekatan ini, pendidikan
politik yang dititik beratkan kepada partai poltik yang kemudian mendapatkan
bantuan dana dari pemerintah perlu untuk di evaluasi. Hal ini di karenakan
bahwa pendidikan politik sangatlah menentukan kwalitas demokrasi dan
kepemimpinan sebuah bangsa. Olehnya itu, perlu dilakukan evaluasi terhadap
partai politik. Bila ada yang melanggar maka partai politik tersebut harus
mendapatkan sangsi tegas berupa teguran dan dianulir dari peserta pemilu jika
tidak melakukan pendidikan politik secara baik. Partai politik harus mampu
membedakan antara pendidikan politik umum dan kampanye partai,sehingga nilai –
nilai demokrasi bisa tertanam di
masyarakat.
Dengan perbaikan peran partai politik
inilah yang kemudian akan melahirkan masyarakat yang cerdas akan demokrasi yang
tak lain adalah menolak money politik, pembagian sembago, serta calon wakil
rakyat yang disajikan partai politik adalah orang – orang yang berkwalitas dan
layak menjadi wakil rakyat. Dengan demikian kedepan Indonesia akan memiliki
pemimpin yang berkwalitas untuk mengantarkan kejayaan dengan nafas Indonesia
berkemajuan.
Tidak ada komentar: