INFO PASANG IKLAN
Popular Posts
-
Hadisaputra, M.Si,dan Nurhikmawaty Hasbiah bersama Ketua PWM Sulsel, Dr Muh Alwi Uddin (foto:ist)
-
Opini Oleh : Nur Faizah Anshar Korupsi, sebuah kata yang tentu tak asing lagi bagi kita. Di semua pemberitaan baik media elektronik maup...
-
Aksi Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM), Rabu, 20 Mei 2015(Foto:fb)
-
Syaharaddin Alrif, S. Sos (Foto : ist) Syaharuddin Alrif akhirnya ditetapkan sebagai Sekretaris Jenderal (Sekjend) Pimpinan Pusat...
-
Logo Musykom IMM FKIP Unismuh Makassar, Khittah - Pimpinan Komisariat Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) Fakultas Keguruan dan Ilm...
CB Magazine »
Fikrah
»
Tantangan Perguruan Tinggi Muhammadiyah
Tantangan Perguruan Tinggi Muhammadiyah
Posted by CB Magazine on Senin, 15 September 2014 |
Fikrah
Oleh
Moh. Mudzakkir, MA.
Dosen Sosiologi Pendidikan dan Peminat Higher Education Studies
Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri
Surabaya
Muhammadiyah
dikenal sebagai gerakan Islam yang bergerak di berbagai bidang kehidupan.
Gerakan Islam yang didirikan oleh KHA Dahlan ini bukan hanya dikenal bergerak
di ranah pembaruan keagamaan saja, tapi juga di bidang pelayanan sosial,
kesehatan, ekonomi, penanggulangan bencana, dan yang paling utama adalah bidang
pendidikan. Berdasarkan data yang terbaru, dalam dunia pendidikan Muhammadiyah
memiliki TK/TPQ (4.623), SD/MI (2.604), SMP/MTs (1772), SMA/SMK/MA (1.143), SLB
(71), serta Perguruan Tinggi Muhammadiyah berjumlah 172 (www.muhammadiyah.or.id). Data tersebut hanya menyebutkan amal usaha
di bidang pendidikan, belum menyebutkan jumlah amal usaha di bidang kesehatan,
pelayanan sosial, dan ekonomi. Maka tidak heran bila James L. Peacock,
antropolog Amerika Serikat, menyebut Muhammadiyah sebagai organisasi reformis
Islam yang memiliki gerakan amal terbesar di Asia Tenggara atau bahkan di
seluruh dunia.
Perguruan Tinggi
Muhammadiyah (PTM) secara keseluruhan berjumlah 172. Jumlah itu berasal dari
159 PTM yang berada di bawah naungan Muhammadiyah dan 13 Perguruan Tinggi
dibawah Aisyiyah (Nashir, 2014). Lebih lanjut, PTM tersebut mempunyai berbagai
macam bentuk institusi mulai dari Universitas, Institut, Sekolah Tinggi,
Akademi, dan Politeknik. Mereka tersebar
di seluruh wilayah Indonesia, dari propinsi ujung timur (Papua) hingga barat
(Nanggroe Aceh Darussalam) dengan berbagai jenis institusi, fakultas, dan
program studi yang ditawarkan. Tentu ini jumlah yang sangat besar, bahkan
melebihi Perguruan Tinggi Negeri yang ada.
Muhammadiyah
melalui PTM membantu meringankan tanggung jawab negara Indonesia dalam rangka
mencerdaskan kehidupan bangsa. PTM mendidik dan mencerdaskan anak bangsa untuk
mempersiapkan masa depan yang lebih baik. Membekali mereka bukan hanya dengan
pengetahuan, keterampilan dan keahlian, tapi juga nilai-nilai ke-islaman dan kemuhammadiyah
yang berkemajuan sesuai semangat zaman. Ribuan bahkan jutaan mahasiswa alumni
PTM tersebar di berbagai macam pekerjaan, mulai dari PNS, pendidik, karyawan
swasta, wiraswastawan, birokrat, hingga politisi. Mereka berkiprah di dunia
kerja dan juga berpartisipasi dalan dunia kemasyarakatan, secara langsung
maupun tidak langsung juga ikut menggerakkan kehidupan bangsa Indonesia dengan
posisi, peran, dan fungsi yang beraneka ragam.
Melihat jumlah
PTM yang demikian banyak tentu menjadi prestasi tersendiri bagi gerakan
Muhammadiyah dibandingkan dengan gerakan Islam atau ormas lainnya di Indonesia.
Dari segi kuantitatif hampir mustahil bagi ormas lain menyalip Muhammadiyah
dalam membangun PTM dalam waktu yang relatif tidak terlalu lama. Mengapa
demikian? Tentu ada alasan yang melatarbelakanginya.
Menurut Tobroni
(2013) ada empat pilar yang menjadikan PTM terus berkembang secara dinamis. Pertama, spirit al Islam dan
kemuhammadiyah sebagai dasar untuk menjadikan PTM sebagai sarana untuk
mencerahkan umat islam, bangsa Indonesia, dan umat manusia. Kedua, keberadaan PTM tidak bisa
dilepaskan dari Persyarikatan Muhammadiyah sebagai pelopor pendirian.
Muhammadiyah secara kultural maupun organisatoris sebagai basis sosial yang
menjadi pijakan dan dukungan ketika pertama kali muncul, berkembang, dan maju
seperti sekarang ini. Nama
“Muhammadiyah” dibelakang “Universitas” menjadi modal sosial dan modal simbolik
yang sangat berharga. Sehingga wajar bila banyak masyarakat menaruh kepercayaan
terhadap PTM karena identitas (simbolik) Muhammadiyah dan jaringan (Sosial)
yang dimilikinya. Ketiga, Majelis
Pendidikan Tinggi (Dikti) merupakan institusi yang membantu Pimpinan Pusat
Muhammadiyah dalam mengoordinasikan dan meningkatkan kualitas pengelolaan PTM.
Melalui majelis inilah perkambangan dan segala macam problematika PTM diseluruh
Indonesia dipantu dan dipecahkan. Majelis Dikti juga bekerja untuk
memfasilitasi pengembangan kapasitas good
university governance PTM seluruh Indonesia. Terakhir keempat,
Pimpinan PTM-lah yang menjadi ujung tombak. Mereka yang setiap hari memimpin,
menggerakan dan mengembangkan PTM. Kepemimpinan yang visioner, kreatif,
inovatif, berani membuat terobosan dalam mengembangkan PTM sangat dibutuhkan di
lingkungan PTM. Keterpaduan empat pilar ini menjadi dasar dalam pengembangan
PTM.
Apa yang telah
dicapai oleh Muhammadiyah dalam mengembangkan PTM-nya tentu perlu disyukuri
oleh warga Muhammadiyah. Meskipun demikian jangan sampai membuat terlena dan
merasa puas terhadap apa yang telah diraih selama ini. Secara kuantitas tentu
sudah lebih dari cukup, tahap selanjutnya adalah meningkatkan dan menjaga
kualitas PTM agar dapat terus berdaya saing, baik di level lokal, nasional,
regional, bahkan hingga dunia Internasional. Untuk itu ada beberapa catatan
penting yang perlu diperhatikan oleh pengambil kebijakan baik itu Persyarikatan
Muhammadiyah, Majelis Dikti, BPH, dan Pimpinan PTM. Yaitu antara lain;
Pertama,
berdasarkan akreditas institusi secara keseluruhan yang dilakukan oleh Badan
Akreditas Nasional (BAN), dari keseluruhan PTM se-Indonesia hanya Universitas
Muhammadiyah Malang (UMM) dan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY) yang
mendapatkan nilai A. Artinya kualitas kedua PTM tersebut sudah setara dengan
Perguruan Tinggi Negeri (PTN) yang juga terakreditasi A, seperti UGM, UI, ITB,
Unair, dan lainnya. Padahal tidak semua PTN mendapatkan akreditasi A secara
institusi, tentu ini sebuah prestasi yang layak untuk diteladani dan diikuti
oleh PTM lainnya yang belum memperoleh akreditasi A. Sebaliknya, PTM yang sudah
terakreditasi A perlu membagi pengalaman dan kerjasama dengan PTM lainnya untuk
mampu meningkatkan kemampuan institusional yang unggul.
Kedua, PTM
perlu terus untuk meningkatkan kualitas baik secara kelembangan maupun
sumberdaya manusianya. Sebagai institusi pendidikan tinggi tentu PTM harus
melaksanakan Tridharma Perguruan Tinggi, yaitu pengajaran, penelitian dan
pengabdian masyarakat. Ketiga aspek ini harus terus ditingkatkan, khususnya di
aspek penelitian dan penerbitan. Sudah menjadi rahasia umum kalau penelitian
dan penerbitan (hampir PTdi seluruh Indonesia) masih sangat kurang. PTM harus
mengisi kekurangan ini dengan meningkatkan secara optimal fungsi pengkajian,
penelitian, dan penerbitan. Degan ketiga aktivitas itulah ilmu pengetahuan
dapat berkembangan, disebarkan dan bermanfaat luas. Pelan-pelan tapi pasti
harus diseimbangkan, PTM yang hanya menitikberatkan pada pengajaran saja,
menjadi PTM yang mampu memberi porsi yang sama antara pengajaran dan
penelitian.
Ketiga, semangat
kewirausahaan harus tumbuh dan berkembang di kalangan pengelola PTM. Pembiayaan
PTM selama ini sebagian besar berasal dari dana mahasiswa, bantuan hibah
pemerintah, dan bantuan lainnya. Beberapa PTM, semisal Universitas Muhammadiyah
Malang (UMM) dan UMY mencoba membangun sayap bisnis dalam rangka membangun
kemandirian untuk jangka panjang. UMM telah memiliki hotel, pom bensin, toko
buku, bahkan terakhir membeli wahana wisata Sengkaling. UMY memiliki BMT dan
Perusahaan Travelling. Ke depan PTM perlu membuat alternatif pendanaan di luar
dana yang berasal dari Mahasiswa, diperlukan lini bisnis yang mampu menopang
pengembangan kampus serta kesejahteraan dosen dan karyawannya.
Keempat,
dalam amatan Anthony Welch (2012), seorang ahli pendidikan tinggi dari
Universitas Sydney, melihat bahwa Perguruan Tinggi di Indonesia masih belum
mampu melakukan regionalisasi di kawasan Asia Tenggara. Baik PTN dan PTS
Indonesia masih kalah bersaing dengan Universitas-Universitas yang berasal dari
Thailand, Malaysia, Filipina, dan pastinya juga Singapura. Regionalisasi yang
dimaksud adalah upaya membangun jejaring dan kerjasana dengan kampus-kampus
yang berada di kawasan (regional) Asia Tenggara atau pun di kawasan Asia
Pasifik. Peran Perguruan Tinggi Indonesia masih sangat minim kalau tidak boleh
mengatakan marjinal. Hal ini bisa dilihat dari belum optimal partisipasi
kampus-kampus Indonesia di ASEAN
Universities Networks dan SEAMEO
RIHED (South-East Asian Ministry of
Education Organization Regional Centre for Higher Education and Development).
PTM harus
menyadari bahwa dengan berjejaring dan kerjasama dengan berbagai kampus baik
dalam maupun luar negeri, dengan kampus di kawasan Asia Tenggara atau bahkan di
seluruh dunia akan juga memacu semangat untuk terus meningkatkan kualitas institusi
dan sumberdaya manusia. Minimal PTM yang
belum maju bisa berjejaring dan kerjasama dengan PTN dan PTM yang sudah maju.
Dengan harapan mampu mereduplikasi, menyerap, dan mencontoh tata kelola yang
baik, budaya akademik yang unggul, serta semangat untuk terus bekerja secara
kreatif, inovatif, dan kompetitif. Dengan upaya serius tersebut, saya yakin PTM
akan mampu memberikan kontribusi yang besar bagi kemajuan iptek dan ikut
meningkatkan kesejahteraan bangsa Indonesia di masa depan. Semoga.
Tidak ada komentar: