INFO PASANG IKLAN
Popular Posts
-
Hadisaputra, M.Si,dan Nurhikmawaty Hasbiah bersama Ketua PWM Sulsel, Dr Muh Alwi Uddin (foto:ist)
-
Opini Oleh : Nur Faizah Anshar Korupsi, sebuah kata yang tentu tak asing lagi bagi kita. Di semua pemberitaan baik media elektronik maup...
-
Aksi Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM), Rabu, 20 Mei 2015(Foto:fb)
-
Syaharaddin Alrif, S. Sos (Foto : ist) Syaharuddin Alrif akhirnya ditetapkan sebagai Sekretaris Jenderal (Sekjend) Pimpinan Pusat...
-
Logo Musykom IMM FKIP Unismuh Makassar, Khittah - Pimpinan Komisariat Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) Fakultas Keguruan dan Ilm...
Tragedi Charlie Hebdo Rugikan Dakwah Islam di Barat
Makassar-KHITTAH. Tragedi Charlie Hebdo bisa menjadi pemicu
kebencian terhadap islam sekaligus memperbesar gelombang penentangan
kepada dakwah Islam itu sendiri. Menanggapi pemuatan kartun Nabi
Muhammad dengan ekspresi kemarahan, apalagi dengan tindakan pembunuhan
terhadap pelakunya, kita telah merasa tampil sebagai pejuang dalam
menggapai kemenangan Islam. Padahal, jangan-jangan sikap kita menjadi
palu penghancur peluang-peluang dakwah yang selama ini dibangun di dunia
Barat.
Hal itu diungkapkan Shamsi Ali, Imam Besar Masjid New York, saat menjadi narasumber dalam kegiatan Bincang Siang bersama Angkatan Muda Muhammadiyah (AMM) Sulawesi Selatan, di Kampus Universitas Muhammadiyah (Unismuh) Makassar, Sabtu (17/01/2015).
Kegiatan mengangkat tema, “Tragedi Charlie Hebdo dan Posisi Islam di Benua Eropa”. Sebelum mengulas pandangan Shamsi terkait dengan Tragedi di Perancis, ia terlebih dahulu mengisahkan pengalamannya dalam mendakwahkan Islam di salah satu pusat peradaban barat. Menurutnya, masyarakat barat memiliki karakteristik yang terbuka, penuh persahabatan dan memiliki rasa ingin tahu yang tinggi. “Dengan karakteristik seperti itu, masyarakat Barat justru lebih mudah menerima dakwah yang disampaikan secara bersahabat,” ulas putera asal Bulukumba ini.
Shamsi melanjutkan, karakteristik masyarakat Barat lainnya adalah mereka menganut Sekularisme. Tapi sekularisme yang berkembang di Eropa Barat, berbeda dengan sekularisme di Amerika Serikat. “Di eropa, mereka menganut sekularisme total. Itulah yang membuat Perancis melarang penggunaan jilbab di ruang publik. Sedangkan di Amerika, sekularisme di Amerika dimaknai negara tidak mencampuri urusan agama. Setiap warga negara berhak untuk memilih agama apa yang mereka anut. Bahkan kita dengan mudah menjumpai seorang Polwan (Polisi Wanita) yang mengenakan jilbab saat bertugas di Kota New York,” urai alumni Pondok Pesantren Darul Arqam Gombara Muhammadiyah Sulsel.
Menurut Shamsi, dakwah rahmatan lil’alamin jauh lebih efektif, dibanding dakwah dengan kekerasan. Tragedi Charlie Hebdo, justru merugikan dunia Islam. “Isu ini justru akan merugikan saudara kita di Palestina. Perancis adalah negara barat yang mendukung kemerdekaan Palestina. Tragedi ini justru bisa merubah sikap mereka,” pungkasnya.
Kegiatan ini diikuti oleh sejumlah Pimpinan Universitas Muhammadiyah Makassar, serta ratusan kader dari Angkatan Muda Muhammadiyah Sulawesi Selatan. (HD/KR)
Hal itu diungkapkan Shamsi Ali, Imam Besar Masjid New York, saat menjadi narasumber dalam kegiatan Bincang Siang bersama Angkatan Muda Muhammadiyah (AMM) Sulawesi Selatan, di Kampus Universitas Muhammadiyah (Unismuh) Makassar, Sabtu (17/01/2015).
Kegiatan mengangkat tema, “Tragedi Charlie Hebdo dan Posisi Islam di Benua Eropa”. Sebelum mengulas pandangan Shamsi terkait dengan Tragedi di Perancis, ia terlebih dahulu mengisahkan pengalamannya dalam mendakwahkan Islam di salah satu pusat peradaban barat. Menurutnya, masyarakat barat memiliki karakteristik yang terbuka, penuh persahabatan dan memiliki rasa ingin tahu yang tinggi. “Dengan karakteristik seperti itu, masyarakat Barat justru lebih mudah menerima dakwah yang disampaikan secara bersahabat,” ulas putera asal Bulukumba ini.
Shamsi melanjutkan, karakteristik masyarakat Barat lainnya adalah mereka menganut Sekularisme. Tapi sekularisme yang berkembang di Eropa Barat, berbeda dengan sekularisme di Amerika Serikat. “Di eropa, mereka menganut sekularisme total. Itulah yang membuat Perancis melarang penggunaan jilbab di ruang publik. Sedangkan di Amerika, sekularisme di Amerika dimaknai negara tidak mencampuri urusan agama. Setiap warga negara berhak untuk memilih agama apa yang mereka anut. Bahkan kita dengan mudah menjumpai seorang Polwan (Polisi Wanita) yang mengenakan jilbab saat bertugas di Kota New York,” urai alumni Pondok Pesantren Darul Arqam Gombara Muhammadiyah Sulsel.
Menurut Shamsi, dakwah rahmatan lil’alamin jauh lebih efektif, dibanding dakwah dengan kekerasan. Tragedi Charlie Hebdo, justru merugikan dunia Islam. “Isu ini justru akan merugikan saudara kita di Palestina. Perancis adalah negara barat yang mendukung kemerdekaan Palestina. Tragedi ini justru bisa merubah sikap mereka,” pungkasnya.
Kegiatan ini diikuti oleh sejumlah Pimpinan Universitas Muhammadiyah Makassar, serta ratusan kader dari Angkatan Muda Muhammadiyah Sulawesi Selatan. (HD/KR)
Tidak ada komentar: