INFO PASANG IKLAN
Popular Posts
-
Hadisaputra, M.Si,dan Nurhikmawaty Hasbiah bersama Ketua PWM Sulsel, Dr Muh Alwi Uddin (foto:ist)
-
Opini Oleh : Nur Faizah Anshar Korupsi, sebuah kata yang tentu tak asing lagi bagi kita. Di semua pemberitaan baik media elektronik maup...
-
Aksi Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM), Rabu, 20 Mei 2015(Foto:fb)
-
Syaharaddin Alrif, S. Sos (Foto : ist) Syaharuddin Alrif akhirnya ditetapkan sebagai Sekretaris Jenderal (Sekjend) Pimpinan Pusat...
-
Logo Musykom IMM FKIP Unismuh Makassar, Khittah - Pimpinan Komisariat Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) Fakultas Keguruan dan Ilm...
CB Magazine »
Hikmah
»
MARHAENIS MUHAMMADIYAH: Ajaran dan Pemikiran KH. Ahmad Dahlan
MARHAENIS MUHAMMADIYAH: Ajaran dan Pemikiran KH. Ahmad Dahlan
Posted by CB Magazine on Minggu, 07 Desember 2014 |
Hikmah
Penulis :Abdul Munir Mulkhan
ISBN: 9786029431278
Oktober 2013
Penerbit: Galang Pustaka
Ukuran: 15 x 23 cm
Halaman: 323
ISBN: 9786029431278
Oktober 2013
Penerbit: Galang Pustaka
Ukuran: 15 x 23 cm
Halaman: 323
“Marhaenis
Muhammadiyah: Ajaran dan Pemikiran KH. Ahmad Dahlan” adalah hasil penelitian Abdul Munir
Mulkhan terhadap petani di
Wuluhan, Jember, Jawa Timur yang kemudian menjadi pengikut Muhammadiyah. Mereka
yang sebagian besar adalah kaum abangan yang banyak terlibat aktif di Partai
Nasional Indonesia (PNI)
tertarik dengan praktek keberagamaan dan
kehidupan sosial
Muhammadiyah. Menariknya, tradisi sosial –
budaya masyarakat abangan itu tidak hilang, tetapi justru memunculkan corak dan
makna keberagamaan baru dan mereka menjadi pengikut Muhammadiyah. Selanjutnya,
mereka kemudian diberi sebutan Marmud atau
Marhaenis Muhammadiyah.
Marmud adalah salah satu kelompok islam
dalam Muhammadiyah yang mengintegrasikan atau menginternalisasi hukum atau
doktrin syariah kedalam tradisi singkretik kehidupan mereka. Selain kelompok di
atas, ada juga yang disebut Muhammadiyah
Ikhlas, yakni reprentasi islam murni yang fundamentalis. Mereka menganggap
tarjih adalah produk paling ideal memuat hukum-hukum islam dan bekerja adalah kewajiban
agama (amaliah). Kelompok kedua adalah Muhammadiyah Kiai Dahlan, yaitu orang – orang yang juga menjalankan keberagamaan
sesuai tuntutan tarjih dan cukup toleran terhadap TBC. Mereka sebagian besar
adalah pegawai pemerintah dan termasuk pendukung partai golkar. Kehidupan
mereka relative lebih mapan dibandingkan dengan kelompok ikhlas. Kelompok
ketiga adalah Muhammadiyah
Neotradisionalis atau Munu (Muhammadiyah NU) yang mayoritas petani.
Kelompok ini secara umum masih memelihara praktik TBC dalam kehidupan sehari –
hari. Bagi kelompok ini, tuhan lebih kompromis, pendengar dan penerima do’a. Mereka
menganggap ‘orang saleh’ dalam lembaga tampak lebih magis, yaitu penyambung
kepada tuhan. Kelompok ini masih sering melakukan slametan dan tahlilan.
Sebutan dari masing – masing kelompok itu merupakan kategorisasi dari yang
puritan skriptualis, substansial, neotradisionalis, dan neosinkretis.
Selain pembagian empat jenis orang MD
di atas, buku ini juga merekam jejak ajaran dan pemikiran ‘’spiritualisme ‘hati
suci’’ K.H. Ahmad Dahlan yang sangat toleran, tetapi dibelokkan oleh para elit
(Muhammadiyah) yang didominasi oleh ahli syariah. Mereka ingin memusnahkan TBC
(tahyul, bid’ah, dan khurafat) sampai pada akarnya, bahkan
dengan cara-cara kekerasan sekalipun demi tegaknya syariah. Maka Muhammadiyah
pernah menjadi buldooser kebudayaan.
Sangat berbeda dengan pola pemurnian
islam yang dibawa oleh K.H. Ahmad Dahlan yang mengedepankan kesalehan
spiritual, yang kemudian melahirkan ragam model kebermuhammadiyahan. Bagi kaum
tani, menjadi Muhammadiyah akan memiliki arti sesuai makna dunia magis, bukan
etis. Upacara Ritual TBC, diubah maknanya sebagai tradisi dan media berbakti
kepada ‘orang tua’ atau membangun jaringan dakwah. TBC tidak serta merta
ditolak, tetapi Islam murni dipribumisasi,
sehingga taklid, slametan kematian,
dan tahlilan merupakan gejala umum
yang dianut gerakan ini.
Ada dua hal yang
mungkin tak ditangkap buku ini, pertama adalah apa yang telah dilakukan para
petani di Wuluhan juga mengandung spirit tajdid
yang cukup revolusioner. Mengintegrasikan antara ajaran agama dan kultur
yang berkembang di masyarakat demi kepentingan bersama. Kedua adalah bahwa di
daerah lain kemungkinan besar juga terjadi hal demikian, banyaknya masyarakat
yang bergabung ke Muhammadiyah dengan ragam kepentingan, entah itu kepentingan
politik praktis ataupun hal- hal yang bersifat pragmatis. (Sahrul)
Tidak ada komentar: