Parpol Islam, Masihkah Kita Bisa Berharap?

Wawancara Khusus Bersama KH. Djamaluddin Amien (Penasehat Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Sulsel)


Islam dan politik adalah bagian penting dari hidup, karena pada hakikatnya itu adalah tiga dari tugas pokok manusia yaitu ibadah, imarah dan  khilafah. “khilafah itu adalah politik, jadi orang yang tidak berpolitik maka berarti satu tugas pokoknya tidak tertunaikan”.

Hal tersebut diungkapkan oleh KH. Djmaluddin Amien (Mantan ketua PW Muhammadiyah dan ketua PW PAN Sulawesi-selatan) saat ditemui dikediamannya di jalan Talasalapang Makassar, beberapa waktu yang lalu. Berikut petikan wawancara Khittah, Kasri Riswadi bersama beliau :

Bagaimana Islam memandang tentang politik ustad?
Politik itu adalah penunutun ke jalan Allah, yakni berdakwah dengan kekuasaan. Olehnya sebagaimana yang saya maksudkan bahwa politik sebagai khilafah itu adalah salah satu dari tugas pokok manusia yang mesti tertunaikan.
Selanjutnya, berangkat dari itu memang kita mestinya sadar untuk melaksanakannya, berpolitik. Jangan kemudian ikut-ikutan tergiring untuk alergi dengan politik, karena kita mesti tahu bahwa itu semua hanyalah bagian dari upaya sekularisasi oleh kaum Yahudi untuk mengungkung kita.
Sekarang banyak partai politik berkembang atas nama Islam, Bagaimana itu ustad?
Perbedaan itu biasa, adapun lahirnya banyak partai politik dengan atas nama islam hanyalah bagian dari perbedaan pandangan para pemuka islam itu sendiri, yang jelas kita jangan tergiring untuk menjadikan itu sebagai pemecah dan selanjutnya menjauh dan alergi terhadap politik, karena hanya yahudi itu yang melarang kita untuk berpolitik.
Apakah itu bagian dari dinamika demokrasi?
Bukan bagian dari demokrasi, tapi itu adalah bagian dari sekularisasi, yang dampak dan implikasinya tentu adalah membuat kita terpecah belah dan tidak berkembang.  Makanya satu hal yang paling perlu untuk kita perangi, hentikan sekularisasi.
Bukankah dia memiliki visi misi yang sama, kenapa tidak satu saja ustad?
Semestinya memang harus ada kesadaran bersatu, cuma terus terang sekarang kita juga kekurangan figur yang dapat untuk menyatukan umat, semacam Muhammad Natsir. Dengan masyumi, politik dan dakwah betul-betul terintegrasikan.
Termasuk Muhammadiyah sendiri, seharusnya punya sikap yang jelas tentang politik sebagai dakwah. Muhammadiyah sudah mesti bersikap secara politik, makanya tinjau kembali itu khittah ujung pandang dan kita kembali ke khittah Ponorogo. Muhammadiyah harus terjun langsung, termasuk PAN sendiri saya katakan itu adalah parati Muhammadiyah karena diputuskan disidang Tanwir, makanya kalau kita masih tidak mau mengakui itu maka sebaiknya buatlah partai baru Muhammadiyah.
Apakah itu sengaja dipecah atau fenomena alamiah?
Realitanya begitu, dan memang itu sudah menjadi hukum alam, bukankah dari dahulu Islam memang selalu mau dipecah.
Selama ini parpol Islam telah gagal kah, dalam mewarnai perjalanan bangsa, apakah masih ada harapan?
Kita tidak bisa juga mengatakan bahwa partai islam telah gagal, justru partai islam tetap tegar ditengah banyak hantangan baik itu berupa tudingan moral, sekularisasi maupun wacana perpecahan ummat.  Saya kira partai Islam tetap punya konsepsi masing-masing untuk bagaimana memberikan kontribusi terhadap bangsa Indonesia. Kemudian satu hal juga yang perlu untuk kita ingat, bahwa selama masih ada Muhammadiyah dengan NU, harapan itu masih dan akan tetap ada. Olehnya Indonesia harus bersyukur dengan adanya kedua organisasi bentukan Kyia Ahmad Dahlan dan Kyiai Hasyim Ansyari ini.

Tidak ada komentar:

Write a Comment


Top