INFO PASANG IKLAN
Popular Posts
-
Hadisaputra, M.Si,dan Nurhikmawaty Hasbiah bersama Ketua PWM Sulsel, Dr Muh Alwi Uddin (foto:ist)
-
Opini Oleh : Nur Faizah Anshar Korupsi, sebuah kata yang tentu tak asing lagi bagi kita. Di semua pemberitaan baik media elektronik maup...
-
Aksi Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM), Rabu, 20 Mei 2015(Foto:fb)
-
Syaharaddin Alrif, S. Sos (Foto : ist) Syaharuddin Alrif akhirnya ditetapkan sebagai Sekretaris Jenderal (Sekjend) Pimpinan Pusat...
-
Logo Musykom IMM FKIP Unismuh Makassar, Khittah - Pimpinan Komisariat Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) Fakultas Keguruan dan Ilm...
Parpol Islam, Masihkah Kita Bisa Berharap?
Wawancara Khusus Bersama KH. Djamaluddin Amien (Penasehat Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Sulsel)
Islam dan politik adalah bagian penting dari hidup, karena
pada hakikatnya itu adalah tiga dari tugas pokok manusia yaitu ibadah, imarah
dan khilafah. “khilafah itu adalah
politik, jadi orang yang tidak berpolitik maka berarti satu tugas pokoknya
tidak tertunaikan”.
Hal tersebut diungkapkan oleh KH. Djmaluddin Amien (Mantan
ketua PW Muhammadiyah dan ketua PW PAN Sulawesi-selatan) saat ditemui
dikediamannya di jalan Talasalapang Makassar, beberapa waktu yang lalu. Berikut
petikan wawancara Khittah, Kasri Riswadi bersama beliau :
Bagaimana Islam
memandang tentang politik ustad?
Politik itu adalah penunutun ke jalan Allah, yakni berdakwah
dengan kekuasaan. Olehnya sebagaimana yang saya maksudkan bahwa politik sebagai
khilafah itu adalah salah satu dari tugas pokok manusia yang mesti tertunaikan.
Selanjutnya, berangkat dari itu memang kita mestinya sadar untuk
melaksanakannya, berpolitik. Jangan kemudian ikut-ikutan tergiring untuk alergi
dengan politik, karena kita mesti tahu bahwa itu semua hanyalah bagian dari
upaya sekularisasi oleh kaum Yahudi untuk mengungkung kita.
Sekarang banyak
partai politik berkembang atas nama Islam, Bagaimana itu ustad?
Perbedaan itu biasa, adapun lahirnya banyak partai politik
dengan atas nama islam hanyalah bagian dari perbedaan pandangan para pemuka
islam itu sendiri, yang jelas kita jangan tergiring untuk menjadikan itu
sebagai pemecah dan selanjutnya menjauh dan alergi terhadap politik, karena
hanya yahudi itu yang melarang kita untuk berpolitik.
Apakah itu bagian dari
dinamika demokrasi?
Bukan bagian dari demokrasi, tapi itu adalah bagian dari
sekularisasi, yang dampak dan implikasinya tentu adalah membuat kita terpecah
belah dan tidak berkembang. Makanya satu
hal yang paling perlu untuk kita perangi, hentikan sekularisasi.
Bukankah dia memiliki
visi misi yang sama, kenapa tidak satu saja ustad?
Semestinya memang harus ada kesadaran bersatu, cuma terus
terang sekarang kita juga kekurangan figur yang dapat untuk menyatukan umat,
semacam Muhammad Natsir. Dengan masyumi, politik dan dakwah betul-betul
terintegrasikan.
Termasuk Muhammadiyah sendiri, seharusnya punya sikap yang
jelas tentang politik sebagai dakwah. Muhammadiyah sudah mesti bersikap secara
politik, makanya tinjau kembali itu khittah ujung pandang dan kita kembali ke
khittah Ponorogo. Muhammadiyah harus terjun langsung, termasuk PAN sendiri saya
katakan itu adalah parati Muhammadiyah karena diputuskan disidang Tanwir,
makanya kalau kita masih tidak mau mengakui itu maka sebaiknya buatlah partai
baru Muhammadiyah.
Apakah itu sengaja
dipecah atau fenomena alamiah?
Realitanya begitu, dan memang itu sudah menjadi hukum alam,
bukankah dari dahulu Islam memang selalu mau dipecah.
Selama ini parpol
Islam telah gagal kah, dalam mewarnai perjalanan bangsa, apakah masih ada
harapan?
Kita tidak bisa juga mengatakan bahwa partai islam telah
gagal, justru partai islam tetap tegar ditengah banyak hantangan baik itu
berupa tudingan moral, sekularisasi maupun wacana perpecahan ummat. Saya kira partai Islam tetap punya konsepsi
masing-masing untuk bagaimana memberikan kontribusi terhadap bangsa Indonesia.
Kemudian satu hal juga yang perlu untuk kita ingat, bahwa selama masih ada
Muhammadiyah dengan NU, harapan itu masih dan akan tetap ada. Olehnya Indonesia
harus bersyukur dengan adanya kedua organisasi bentukan Kyia Ahmad Dahlan dan
Kyiai Hasyim Ansyari ini.
Tidak ada komentar: